RENDEZVOUS
Kali ini bukan sebuah puisi yang kubuat, bebas saja kau mau menyebutnya apa. Masih tentang senja yang kutuangkan sebagai majas metaforaku.
Cerita dimulai kala aku menyadari bahwa langit tak pernah menunjukkan cahaya jingga pada persimpangan siang dan malam. Ya, hari ini genap 1 tahun langit tertutup mega mendung. Kejadian ini anehnya hanya terjadi di langit atas rumahku. Banyak pertanyaan yang menghampiri, walaupun pada ujungnya jawabku pun sama, "Tidak tahu."
Aku coba tanyakan hal ini pada orang yang lebih dewasa, sebagian mereka tidak bisa menjawab, sebagian lagi bahkan hanya dapat menertawakan. Hingga aku temui seseorang yang memberikan jawaban atas fenomena tersebut, dan entah kenapa jawaban itu membuatku tercengang hingga aku hanya bisa terdiam.
"Jika hanya kau yang kehilangan senja berarti itu sudah takdirmu. Tidak perlu takut dann bersedih. Tahukah kamu diantara pergantian siang dan malam kau melewatkan indahnya hujan, pelangi, terik mentari, hingga gemerlapnya bintang? Kau terlalu hikmat dalam keindahan senja saja hingga melupakan segalanya. Kau begitu panik ketika senja hilang diatas rumahmu, namun apakah kau pernah merasakan kehilangan hujan? Mengertilah,,senja hanya sebatas persimpangan saja."
Lama aku memahami pernyataan tersebut, hingga disuatu pagi aku baru menyadari. Aku selalu menutup pintu dan jendela rumahku rapat-rapat dan baru akan membukanya pada saat senja tiba. Seandainya aku lebih sering keluar rumah di waktu pagi, siang, ataupun malam, mungkin dalam benakku tidak akan hanya ada senja. Seandainya aku mencoba menghirup udara pagi lebih lama, mungkin tidak akan ada sesaknya udara senja. Seandainya aku lebih sering melihat bintang, mungkin aku akan lebih jatuh cinta pada cahaya malam dibandingkan cahaya jingga.
Tapi tidak ada gunanya untuk berandai-andai. Menyesali hal yang telah terjadi sama saja kau mencoba menghentikan bumi berputar, dan itu tidak mungkin terjadi. Kini aku sadar, waktu tak hanya berputar di waktu senja. Akan aku coba untuk membuka hari lebih panjang dari sebelumnya, akan aku nikmati dinginnya hujan, sejuknya embun, teriknya siang dan mencekamnya malam.
Kini waktuku lebih lama, tidak melulu memikirkan hilangnya senja. Jika senja tak mau datang lagi dilangit atas rumahku, maka aku tak akan mencari lagi. Alasanku hanya satu, duniaku tidak terbatas, senja hilang, maka biarlah ia pulang. Pertemuanku dan senja, kuanggap pelajaran berharga.
Komentar
Posting Komentar